Selasa, 24 Juni 2008

Melatih Konsentrasi Anak

Psikolog perkembangan anak Unika Atmajaya, Fabiola Priscilla Msi mendefinisikan memori atau daya ingat adalah kemampuan untuk mengingat pengalaman terdahulu yang kemudian bisa menggunakannya kembali pada situasi yang berikutnya atau disebut (merecall). Jika tidak mampu ‘memanggil’ kembali, artinya tidak dapat mengingat dengan baik. Konsentrasi adalah kemampuan seseorang untuk memperhatikan atau fokus pada suatu hal.
Kemampuan anak berkonsentrasi berbeda-beda sesuai usianya. Rentang perhatian anak dalam menerima informasi melalui aktivitas apapun juga berbeda. Rentang perhatian pada anak pra-sekolah sangat dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga tidak dapat dipastikan. Orangtua harus bisa pintar dalam menyampaikan materi. Pada usia ini, sampaikan materi yang disesuaikan dengan perkembangan motoriknya.
Selain itu, materi juga disampaikan dengan cara yang menarik perhatiannya misal dengan permainan warna, sehingga konsentrasi anak optimal. Libatkan anak pada setiap materi yang diberikan. Kemampuan berkonsentrasi juga tergantung pada faktor lingkungan yaitu pola pengasuhan yang benar, cara pembelajaran yang tepat dan pemberian stimulus.
Stimulasi yang diberikan sebaiknya dilakukan secara interaktif karena anak lebih mudah mengingat hal-hal yang pernah ia alami, atau kejadian yang unik. Orangtua harus mengusahakannya misalnya bercerita dengan menggunakan ekspresi. Selain itu, hargai cara belajar anak, misalnya dengan memperhatikan jadwal belajar sesuai kadar optimal rentang perhatiannya. Dikarenakan setiap anak memiliki waktu-waktu yang berbeda-beda. Perhatikan pula cara penyampaian materi apakah anak lebih menyukai auditori, kinetesis, atau visual.
Yang harus diperhatikan dalam mempertahankan daya ingat anak yang normal dalam arti tidak mengalami gangguan perhatian yakni dalam pemberian reward dan pemberian semangat. Cara lain dengan melakukan pengulangan pemberian materi namun dengan cara yang kreatif. Misalnya tak hanya melalui verbal bisa juga dengan musik, selanjutnya dengan menampilkan simbol-simbol, hal ini akan menimbulkan kesan pada anak.
Untuk mengukur kemampuan memori dan konsentrasi anak, bisa menggunakan tes IQ dengan standarisasi pendekatan Wechsler yang dapat dilakukan pada usia 4 tahun. Tipikal untuk anak yang daya ingatnya di bawah standar biasanya terlihat dari awal yaitu lebih aktif dari anak-anak yang lain, memiliki rentang perhatian yang pendek, tidak pernah mendengarkan informasi secara lengkap dan dalam mengerjakan tugas sering sekali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ada dua hal yang menyebabkan itu terjadi, pertama berkaitan dengan gangguan saraf, kedua pola pengasuhan yang permissive yang bersifat menerima apa saja yang anak lakukan.
Tips pola pengasuhan yang sebaiknya diperhatikan orangtua,
a.Jangan terlalu menekan anak
b.Mengenali cara dan waktu belajar anak
c.Sebisa mungkin sediakan ruang belajar yang jauh dari gangguan televisi, mainan atau kebisingan.
Faktor yang mempengaruhi ketahanan daya ingat antara lain,
a.Keunikan suatu kejadian.
b.Partisipasi aktif dari anak.
c.Peran orangtua dalam membicarakan kejadian masa lalu.
d.Pada balita, akan mengingat jika dilakukan sendiri dan berulang akan membantunya memperkuat ingatan.
Fabiola memaparkan, memperpanjang konsentrasi dapat membangun kepercayaan diri anak. Slain itu, anak ebih mudah dan mampu menerima serta memahami banyak informasi yang dapat digunakan untuk memahami norma sekitarnya, dan hubungan sebab-akibat yang penting dalam interaksi sosial.
Menurut ahli terapi Remedial dari Klinik Akita, Ganis Sulistyorini, S,Pd, Intensitas konsentrasi misalnya dibawah 3 tahun anak selalu ingin tahu sehingga sering tidak fokus pada satu aktivitas saja. Orangtua bisa mengolah rentang konsentrasi anak, misalnya amati waktu yang dibutuhkan anak saat mengerjakan puzzle, jika anak sudah tidak konsentrasi cepat alihkan pada kegiatan lainnya.
Manfaatkan tingginya rasa ingin tahu anak, dengan memperkenalkan beragam aktivitas meski rentang konsentrasinya masih pendek. Gunanya, selain memperkaya pengetahuan, juga mempertahankan daya konsentrasi anak. Sebisa mungkin orangtua kreatif memberikan variasi kegiatan agar anak tidak bosan. Terus evaluasi rentang waktu konsentrasi anak. “Belum tentu anak yang memiliki rentang waktu konsentrasi yang tidak sesuai dengan harapan perkembangan dikatakan anak ADHD, bisa juga akibat kurangnya latihan atau stimulasi,” papar Ganis.
Ciri-ciri anak yang rentang konsentrasinya rendah, untuk usia sekolah biasanya anak sulit fokus pada suatu aktivitas pada waktu yang seharusnya (30-45 menit) atau sulit fokus pada aktivitas yang kurang disukainya. Sebelum bersekolah, sebaiknya orangtua mulai melatih anak berkonsentrasi mulai dengan memberikan tugas yang sederhana sampai tugas yang tingkat kesulitannya lebih tinggi. Aktivitas bermain juga bisa melatih konsentrasi anak misalnya saat menendang bola, minta anak untuk tending dengan lurus dan fokus mengarah ke gawang.
Selain itu, pilih aktivitas yang diminati anak, misalnya bermain playstation kemudian alihkan perlahan-lahan ke permainan lain sampai pada kegiatan yang ditargetkan orangtua misalnya membaca atau menulis. Tujuannya anak mampu mengikuti instruksi suatu metode dan mampu melakukannya dengan tepat dan cepat. Latih anak untuk mampu konsentrasi dalam situasi yang berbeda-beda, mulai dari belajar sambil ditemani, belajar sendiri sampai belajar konsentrasi bersama teman-temannya. “Sehingga ketika anak bersekolah mampu mengikuti harapan dari lingkungan sekolahnya, misalnya mampu mengikuti penjelasan guru,”ujarnya.
Brain GymBrain gym adalah sejumlah gerakan sederhana yang dapat menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak. Diharapkan melalui rangkaian gerakan tubuh, dapat menarik keluar tingkat kosentrasi anak. “Brain gym sebenarnya membuka ‘jalan keluar’ pada bagian-bagian otak yang terhambat’, agar dapat berfungsi maksimal,” papar Lely Tobing, anggota Brain Gym Indonesia.
Secara teknis brain gym dapat mengembangkan 3 dimensi otak yaitu dimensi lateritas untuk belahan otak kiri dan kanan, dimensi pemfokusan untuk bagian belakang otak dengan bagian depan otak, dan dimensi pemusatan untuk menyeimbangkan posisi depan dan belakang (sistem limbis) dan otak besar.
Retti Maharani Psi, Kepala Sekolah Twinkle Star yang memasukkan Brain Gym sebagai kurikulum menambahkan kemampuan konsentrasi anak berkaitan dengan dimensi fokus. Hambatan fokus antara otak bagian depan dan belakang dapat menyebabkan anak menjadi kurang perhatian, sulit berkonsentrasi dan kurang mampu memahami. Sehingga diperlukan gerakan-gerakan yang bisa mengoptimalkan kerja otak tersebut.
Untuk mengaktifkan dimensi otak ini melalui rangkaian gerakan antara lain gerakan silang (cross crawl) yaitu menggerakkan pasangan kaki dan tangan yang berlawanan gunanya untuk menyeimbangkan otak kiri dan kanan yang berhubungan dengan kemampuan mengeja, menulis, mendengarkan, membaca dan memahami. Sebelum melakukan rangkaian gerakan Brain Gym anak dianjurkan minum terlebih dahulu karena air merupakan pembawa energi listrik. “Sebaiknya anak melakukan gerakan ini tanpa paksaan dan senang hati, selain itu orangtua juga perlu mempraktekannya bersama anak,”ujar Lely.
YogaInstruktur Yoga dari Rumah Yoga, Klara Schoenfeld mengatakan, Yoga dapat menyeimbangkan fokus mata anak dan juga melatih konsentrasi saat melakukan pergerakan badan. Gerakan Yoga pada anak tidak seperti orang dewasa namun lebih dinamis dan ceria yang diiringi musik riang. Yoga melatih anak berkosentrasi mengikuti gerakan-gerakan yang diperagakan. Anda bisa mengajak anak berlatih yoga selama 15-20 menit setiap minggunya.
Sumber: Majalah Inspire Kids

Jangan sembarang memberi antibiotik pada anak

Jika bayi dan balita menderita flu, jangan diberi antibiotik. Karena flu akan sembuh dengan sendirinya, sementara antibiotik hanya memberi efek plasebo (bohongan). Antibiotik itu tidak mempercepat, apalagi melumpuhkan, virus flu.
Masih kerap terjadi dokter dengan mudahnya meresepkan antibiotik untuk bayi dan balita yang hanya sakit flu karena virus. Memang gejala yang menyertai flu kadang membuat orangtua panik, seperti demam, batuk, dan pilek. Oleh sebab itu, tak sedikit orangtua yang malah mendesak dokter memberikan antibiotik yang dianggap sebagai “obat dewa”.
Orangtua sebagai yang dititipi anak oleh Tuhan seharusnya tak segan-segan bertanya sama dokter. Apakah anaknya benar-benar butuh antibiotik? Bukankah penyebabnya virus? Tanyakan itu kepada dokter.
Namun, kadangkala menghadapi orangtua yang bersikap kritis, sebagian dokter beralasan antibiotik harus diberikan mengingat stamina tubuh anak sedang turun karena flu. Jika tidak diberi antibiotik, hal itu akan memberi peluang virus dan kuman lain menyerang.
Sejak lahir manusia dibekali sistem imunitas yang canggih. Ketika diserang penyakit infeksi, sistem imunitas tubuh terpicu lebih giat lagi. Infeksi karena virus hanya bisa diatasi dengan meningkatkan sistem imunitas tubuh dengan makan baik dan istirahat cukup, serta diberi obat penurun panas jika suhunya di atas 38,5 derajat Celsius. Jadi, bukan diberi antibiotik. Kecuali kalau kita punya gangguan sistem imun seperti terserang HIV.
Antibiotik seharusnya tidak diberikan kepada anak karena malah merusak sistem kekebalan tubuhnya. Yang terjadi imunitas anak malah turun, lalu sakit lagi. Lalu jika dikasih antibiotik lagi, imunitas turun lagi dan sakit lagi. Terus begitu dan kunjungan ke dokter makin sering karena anak tambah mudah sakit. Antibiotik baru dibutuhkan anak ketika terserang infeksi yang disebabkan bakteri. Contoh penyakit akibat infeksi bakteri adalah sebagian infeksi telinga, infeksi sinus berat, radang tenggorokan akibat infeksi kuman streptokokus, infeksi saluran kemih, tifus, tuberkulosis, dan diare akibat ameba hystolytica.
Namun jika antibiotik digunakan untuk infeksi yang nonbakteri, hal itu malah menyebabkan berkembang biaknya bakteri yang resisten.
Perlu diingat juga, untuk radang tenggorokan pada bayi, penelitian membuktikan 80–90 persen bukan karena infeksi bakteri streptokokus, jadi tidak perlu antibiotik. Radang karena infeksi streptokokus hampir tidak pernah terjadi pada usia di bawah dua tahun, bahkan jarang hingga di bawah empat tahun.
Beberapa keadaan yang perlu diamati jika anak mengonsumsi antibiotik adalah gangguan saluran cerna, seperti diare, mual, muntah, mulas/kolik, ruam kulit, hingga pembengkakan bibir, kelopak mata, hingga gangguan napas. Berbagai penelitian juga menunjukkan, pemberian antibiotik pada usia dini akan mencetuskan terjadinya alergi pada masa mendatang.
Kemungkinan lainnya, gangguan akibat efek samping beberapa jenis antibiotik adalah demam, gangguan darah di mana salah satu antibiotik seperti kloramfenikol dapat menekan sumsum tulang sehingga produksi sel-sel darah turun. Lalu, kemungkinan kelainan hati, misalnya antibiotik eritromisin, flucloxacillin, nitrofurantoin, trimetoprim, dan sulfonamid. Golongan amoxycillin clavulinic acid dan kelompok makrolod dapat menimbulkan allergic hepatitis. Sementara antibiotik golongan aminoglycoside, imipenem/meropenem, dan ciprofloxacin juga dapat menyebabkan gangguan ginjal.
Jika anak memang memerlukan antibiotik karena terkena infeksi bakteri, pastikan dokter meresepkan antibiotik yang hanya bekerja pada bakteri yang dituju, yaitu antibiotik spektrum sempit (narrow spectrum antibiotic). Untuk infeksi bakteri yang ringan, pilihlah yang bekerja terhadap bakteri gram positif, sementara infeksi bakteri yang lebih berat (tifus, pneumonia, dan apendisitis) pilihlah antibiotik yang juga membunuh bakteri gram negatif. Hindari pemakaian salep antibiotik (kecuali infeksi mata), serta penggunaan lebih dari satu antibiotik kecuali TBC atau infeksi berat di rumah sakit.
Jika anak terpaksa menjalani suatu operasi, untuk mencegah infeksi sebenarnya antibiotik tidak perlu diberikan dalam jangka waktu lama. Bahkan pada operasi besar seperti jantung, antibiotik cukup diberikan untuk dua hari saja.
Para orangtua hendaknya selalu memfotokopi dan mengarsip segala resep obat dari dokter, dan tak ada salahnya mengonsultasikan kepada ahli farmasi sebelum ditebus.
Sejak beberapa tahun terakhir, sudah tidak ditemukan lagi antibiotik baru dan lebih kuat. Sementara kuman terus berkembang makin canggih dan resisten akibat penggunaan antibiotik yang irasional. Inilah yang akan menjadi masalah besar kesehatan masyarakat. Antibiotik dalam penggunaan yang tepat adalah penyelamat, tetapi jika digunakan tidak tepat dan brutal, ia akan menjadi bumerang. (lampungpost)

Kamis, 19 Juni 2008

Tahap perkembangan bayi (9-12 bulan)

Di akhir bulan kesembilan bayi biasanya:
Menggapai mainan
Menjatuhkan mainan dan mencarinya
Menjadi tertarik merebut sendok ketika disuapin
Mengangkat benda-benda mungil
Dapat duduk sendiri
Mulai mengenal dirinya dalam bayangan cermin

Di akhir bulan kesepuluh bayi biasanya:

Memahami konsep benda permanen
Tidak suka apabila mainannya dipindahkan
Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain
Berdiri sambil berpegangan pada orang lain
Menarik sesuatu hingga berdiri

Di akhir bulan kesebelas bayi biasanya:

Mengatakan "ma-ma" dan "pa-pa" dengan mengetahui perbedaannya
Mengerti "tidak/enggak"
Menepuk tangannya
Melambaikan tangannya “dadah”

Di akhir bulan keduabelas bayi biasanya:

Dapat tidur siang sekali hingga 2 kali dalam sehari
Menambah berat badan hingga 3X berat lahir dan panjang badannya 29 – 32 inchi
Menabrakkan dua balok satu dengan yang lain
Memasukkan barang-barang ke dalam wadah dan mengeluarkannya kembali
Atas keinginannya melepaskan barang-barang
Mengangguk kepala dengan maksud “tidak”
Merasa asyik membuka dan menutup pintu lemari
Merangkak dengan baik
“menjelajahi” perabotan
Berjalan dengan bantuan orang dewasa
Mengatakan "ma-ma" and "pa-pa"
"Menari" jika ada musik
Tertarik pada buku dan dapat mengenali beberapa gambar
Dapat mengerti beberapa perintah sederhana
Takut pada orang asing
Membagi mainannya tapi menginginkannya kembali
Dapat terikat pada suatu benda
Menjauhkan barang yang tidak diinginkannya dengan mendorongya
Lebih suka mendorong, menarik dan membuang benda-benda
Melepaskan topi dan kaos kaki dengan ditarik
Memahami kegunaan benda-benda tertentu
Menguji respons orang tua terhadap perilakunya
Menjulurkan lengan atau kaki ketika dipakaikan baju
Mengenali dirinya di cermin